KEPENTINGAN PROFESIONAL DAN PUBLIK
A.
KEPENTINGAN
PROFESIONAL
Kita tahu bahwa
profesional harus bertindak demi kepentingan klien. Profesional memiliki
tanggungjawab yang besar terhadap janji mereka kepada para klien. Pertama,
klien hanya perlu mempercayai profesional, artinya klien hanya perlu percaya
bahwa profesional itu sanggup dan mampu memberi bantuan yang sesuai dengan
harapan mereka. Namun hal tersebut mulai menghilang karena kesanggupan
profesional untuk meningkatkan kesejahteraan klien tidak lagi menjadi motivasi
utama profesional. Para profesional hanya mencari keuntungan untuk diri mereka
sendiri. Kedua, seorang klien berhak untuk bertanya apakah setiap keputusan
yang diambil oleh profesional bermanfaat dan sesuai bagi klien atau tidak. Dua
poin di atas cukup memberi alasan kepada kita apakah motivasi lain bisa
mendorong profesional tertentu, seperti keinginan untuk mendapatkan uang
banyak, cinta kasih terhadap umat manusia, dan keinginan untuk memberi
kegembiraan kepada orang lain sejalan dengan legitimasi (pengesahan)
profesional; dan jika tidak, apakah ada suatu motivasi profeional yang pada
dirinya sendiri sejalan dengan legitimasinya.
Seorang klien
harus menginstrumentalkan praktek, berarti mengurangi status klien sebagai
pribadi yang dibantu agar mereka dapat membantu diri sendiri dan menjadikan
klien itu sebagai objek yang ditindaki. Bila motivasi profesional merupakan hal
yang ekstrinsik pada kegiatan yang dilakukan, maka legitimasi profesional
menjadi problematis, hakikat profesional dipersempit menjadi ahli atau pemberi
pelayanan berdasarkan kontrak. Bila praktek hanya merupakan masalah sarana
untuk sesuatu di luar praktek, maka orang yang menjalani praktek tidak
memusatkan perhatian kepada kepentingan klien yang sifatnya pribadi, khusus,
dan khas.
Kegiatan kaum
profesional secara intrinsik memuaskan, secara perorangan mereka mendapat
bagian dalam kebaikan khusus yang sama, yang mereka usahakan demi kebaikan
klien. Keuntungan ini tidak seperti uang, kebaikan ini bukan satu-satunya
kebaikan yang diwujudkan oleh para professional yang menjalankan praktek dengan
berdasarkan janji. Disamping kebaikan ini, mereka mendapatkan kebaikan secara
formal.
Pertanggung
jawaban dan pengawasan jelas merupakan pengertian yang saling berhubungan. Kebaikan
dalam kepentingan professional bersifat individual dan tidak dapat dicapai
tanpa kerja sama yang baik dengan klien. Namun ketergantungan ini berarti bahwa
profesional mempunyai cara untuk membatasi keterlibatan dengan orang yang pasif
dalam hubungan perkerjaan atau badan usaha. Sebagai seorang ahli/professional
biasanya menggunakan kecakapannya menurut apa yang dilihatnya.
Tidak semua
pemberi pelayanan berdasarkan keahlian atau kontrak telah disumpah dapat dengan
sah mengajukan tuntutan untuk bekerjasama dengan klien. Membuat klien mengakui
tanggungjawab merupakan setengah dari masalah kepentingan professional.
Tambahan pula kepercayaaan publik kepada kaum profesional sebagian besar
tergantung kepada kemampuan pada kaum profesi tertentu menunjukkan keprofesionalannya.
Profesional harus kuat teguh berdiri di atas landasan dan berjalan dalam
koridor pertanggungjawaban yang dituntut oleh profesionalitasnya, tidak kurang
dan tidak lebih.
B.
KEPENTINGAN
UMUM (PUBLIK)
Setiap anggota
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana
publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit,
pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan
pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan
publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat
pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan
publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
integritas setinggi mungkin.
1.
Integritas
Integritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
2.
Obyektivitas
Setiap anggota
harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta
konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai
seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas
keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga
mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa
dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan
memelihara obyektivitas.
3.
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung
jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan
pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian
atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya
pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau
perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada
pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan
kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan
pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus
dipenuhinya.
4.
Kerahasiaan
Setiap anggota
harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi
yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional
dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui
jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan
setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
5.
Perilaku
Profesional
Setiap anggota
harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang
lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
6.
Standar
Teknis
Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan
yang releva
C.
HUBUNGAN
PROFESIONAL DAN PUBLIK
Koehn
(2000:179) menyatakan bahwa syarat-syarat hubungan yang benar antara kaum
professional dan masyarakat luas secara garis besar dapat di kelompokkan
menjadi 3 kategori, dimana kaum professional : 1. Berhak bertindak sebagai
pelaku khusus untuk kepentingan klien dan sebagai akibat di atur oleh
norma-norma yang berbeda dari norma-norma umum; 2. Tidak mempunyai moral khusus
dengan klien mereka tetepi terikat oleh norma-norma yang sama dan berlaku umum
dalam masyarakat; dan 3. Mempunyai kewajiban moral kepada klien yang khusus tetapi
telah di tetapkan sesuai dengan norma-norma moral umum yang mengikat semua
anggota masyarakat.
Menurut pandangan
pertama, kaum professional menjadi pelayan kebaikan masyarakat yang paling etis
dan paling baik bila dengan semangat mereka memperjuangkan kepentingan klien sebagai
individu yang menjadi bagian dari suatu masyarakat. Lain hal nya dengan
pandangan kedua dimana kaum professional tidak wajib menjaga kesetiaan khusus
dengan klien. Filsuf Alan Goldman sebagai mana di kultif oleh Koehn (2000:182)
berpendirian bahwa moralitas professional seperti halnya moralitas biasa harus
terdiri dari penghormatan pada hak-hak kepada semua manusia otonom dan
rasional. Berbeda dengan pendirian pertama, pendirian ini secara eksplisit
mengakui kaum professional mempunyai tanggung jawab terhadap anggota masyarakat
dan juga kepada klien potensial. Kebaikan public mengandung penghormatan
terhadap hak otonomi dan semua hak berdasarkan atasnya.
Sedangkan
pendekatan ketiga seperti halnya, pendekatan pertama mengakui pentingnya
kesetiaan professional kepada klien. Pandangan ini melihat profesi sebagai cara
masyarakat yang dipilih dan di lembagakan untuk memberi bantuan kepada para
anggota yang amat rentan. Paul Camenisch sebagai penganjur termuka dari
pandangan ini sebagaimna di kutip koenh (2000:186) menyatakan bahwa kaum
professional berada dibawa kewajiban khusus untuk memberi bantuan kepada mereka
yang memenuhi syarat sebagai klien karena dua alasan. Peran professional di
dukung oleh moralitas masyarakat tertentu yang berlaku di mana kaum
professional ada. Kedua, kaum professional terikat oleh moralitas
“memberi-menerima” untuk memberi bantuan kepada klien yang potensial dan
actual. Tidak seperti pandangan keduan, pandangan ketiga ini kurang berfokus
pada hak-hak dan lebih tanggung jawab professional.
D.
MEMBANGUN
KERJA SAMA TIM
Membangun
sebuah kerja sama tim yang solid merupakan hal yang wajib dan sangat penting di
lakukan, karena keberhasilan sebuah proyek bergantung pada kerja sama tim yang
solid. Kerja sama tim dalam sebuah proyek bukan hanya di bangun pada satu
devisi saja tetapi harus di bangun antar sesame devisi yang saling
berkoloborasi sehingga sebuah kegiatan operasional dapat di lakukan dengan baik
menyikapinya.
Menurut Purnami
(2014:93), tim kerja (Work Team) adalah kelompok yang usaha-usaha individualnya
menghasilkan kinerja lebih tinggi daripada jumlah masukan individual. Tim kerja
menghasilkan sinergi positif melalui usaha yang terkoordinasi, sedangkan
kelompok kerja ( work group ) adalah kelompok yang berinteraksi terutama untuk
berbagi informasi dan membuat berbagai keputusan untuk membantu setiap anggota
bekerja di dalam area tanggung jawabnya.
Membangun tim
kerja yang hebat menurut kecerdasan emosional (EQ) dari masing-masing
anggotanya. Dengan demikian kepiawanan dan bakat teknis saja belum cukup untuk
menjadikan anggota tim kerja yang hebat. Sering kali anggota yang mempunyai
kecerdasan intelektual (IQ) tinggi
menghasilkan sebagian besar waktu untuk berusaha menang sendiri dan sibuk
berdebat antara anggota yang tidak ada akhirnya.
Kecapan-kecakapan
emosi yang membuat tim kerja yang hebat di antaranya (purnami, 2014:96).
1.
Empati,
yaitu pemahaman antar pribadi
2.
Kerja
sama dan usaha yang terpadu
3.
Komunikasi
terbuka, menjabarkan norma-norma dan harapan-harapan secara eksplisit dan
dengan tegas menghadapi dengan anggota tim
yang berkinerja rendah.
4.
Mendorong
untuk memperbaiki diri, sehingga tim bersedia memperhatikan umpan balik atas
kinerja dan mau belajar untuk menjadi lebih baik
5.
Kesadaran
diri dalam bentuk mengevaluasi kekuatan
dan kelemahan sendiri sebagai tim
6.
Mempunyai
inisiatif dan mengambil sikap proaktif dalam memecahkan masalah.
7.
Percaya
sebagai tim
8.
Luwes
dalam pelaksanaan tugas bersama.
9.
Kesadaran
perusahaan dalam arti bersedia memperhatikan kebutuhan kelompok-kelompok
penting dalam perusahaan dan mampu bertindak efektif dan imajinatif dalam
memanfaatkan tawaran perusahaan
10. Membangun hubungan dengan tim kerja lain
E.
PENYELESAIAN
MASALAH KETEKNIKAN
Menurut
Holtzapple dan Reece (2011:144-145) ada beberapa jenis masalah yang sering di
hadapi oleh seorang insinyur, yaitu :
1.
Masalah
Penelitian (reseach problem)
2.
Malasah
Pengetahuan (knowledge problem)
3.
Masalah
Perbaikan (troubleshooting problem)
4.
Masalah
Matematis (machematics problem)
5.
Masalah
Sumber Daya (reseach problem)
6.
Masalah
Sosial (social problem)
7.
Masalah
Desain (design problem)
F. MENGELOLA KONFIK
Sebelum
kita masuk ke dalam persoalan utama kemudian bagaimana cara mengatasi konflik
di sebuah perusahaan, alangkah baiknya jika kita mengerti dahulu seperti apa
manajemen konflik tersebut. Ternyata manajemen konflik sendiri
menjadi salah satu serangkaian reaksi kemudian aksi dari berbagai pelaku baik
itu dari pihak luar ataupun dalam sebuah konflik. Jadi manajemen konflik
sendiri bisa jadi sebuah pendekatan dengan tujuan orientasi sebuah proses untuk
memperlihatkan komunikasi baik dari perilaku sampai komunikasi. Nantinya
beberapa pihak seperti dari luar akan memberikan informasi akurat hingga
terciptanya sebuah komunikasi lebih efektif.
Jadi
ada banyak definisi seputar manajemen konflik ini sehingga pada intinya adalah
sebuah proses dimana banyak individu melakukan langkah-langkah untuk mengakhiri
berbagai perselisihan dengan dampak besar hingga akhirnya semua masalah
terpecahkan.
Ø
Cara
Mengatasi Konflik Memanfaatkan Manajemen Konflik
Sudah
jelas dari berbagai macam konflik internal ataupun eksternal perusahaan bisa
saja diatasi menggunakan berbagai metode menarik. Maka dari itu akan kita ulas
secara mendalam seperti apa cara-cara mengatasi konflik di dalam internal
seperti karyawan terhadap pimpinan ataupun lainnya.
1. Metode Rujuk
Pertama ada metode rujuk dimana dilakukan
oleh pihak bersengketa kemudian bisa jadi sebuah pendekatan dan hasrat untuk
kembali bekerja sama hingga menjalankan sebuah hubungan baik demi kepentingan
bersama. Dari metode rujuk ini biasanya diperlukan mediasi hingga manajemen
konflik bisa diterapkan dan mengurangi unsur ketegangan di beberapa pihak.
2. Persuasi
Metode persuasi juga bisa dilakukan untuk
memberi perubahan posisi dari pihak lainnya. Tujuan dari persuasi ini sangat
baik yakni mengurangi kerugian yang bisa muncul dengan adanya berbagai bukti
faktual hingga bisa memperlihatkan bahwa dari pendapat beberap orang akan
memberikan keuntungan serta konsistensi dalam penerapan norma hingga standar
keadilan yang sekarang masih berlaku.
3. Metode Pemecahan Masalah Terpadu
Ada solusi lainnya bisa dengan mudah
diterapkan untuk memberi sistem manajemen konflik lebih baik, yakni
menggunakan metode pemecahan masalah terpadu. Nantinya terdapat usaha untuk
menyelesaikan masalah dengan menggabungkan berbagai kebutuhan kedua belah
pihak. Bahkan beberapa proses masih bisa terjadi seperti bertukar informasi,
fakta, perasaan, kemudian masih memperlihatkan berbagai macam solusi untuk
menimbulkan rasa saling percaya kemudian dapat menghadirkan berbagai alternatif
pemecahan masalah dengan keuntungan berimbang di kedua belah pihak.
4. Tawar Menawar
Metode tawar menawar juga masih saja jadi
solusi terbaik untuk meredakan konflik internal ataupun eksternal di sebuah
perusahaan. Metode tawar menawar ini akan menghadirkan penyelesaian yang nanti
bisa diterima oleh kedua pihak. Bahkan dari kedua pihak tersebut akan
mempertukarkan konsesi yang mana tanpa mengemukakan sebuah janji secara
eksplisit.
5. Penarikan Diri
Salah satu manajemen konflik yang
sekarang kerap dilakukan adalah salah satu atau kedua pihak saling menarik diri
dari hubungan. Untuk cara satu ini memang terlihat efektif jika keduanya tidak
terlalu aktif berinteraksi kemudian sanggup mengerti seperti apa tugas satu
sama lainnya yang masih bergantung.
6. Pemaksaan dan Penekanan
Masih ada solusi untuk mengatasi berbagai
macam konflik salah satunya penekanan dan pemaksaan. Sampai sekarang cara satu
ini bisa digunakan dengan menekan pihak lain agar cepat menyerah. Akan tetapi
cara satu ini bisa menggunakan bentuk ancaman ataupun bentuk intimidasi
sehingga kurang efektif karena dari salah satu pihak harus bisa menyerah atau
mengalah secara terpaksa.
7. Konsultasi
Solusi lain agar sebuah konflik di dalam
perusahaan bisa teratasi adalah konsultasi dimana tujuannya sendiri digunakan
untuk memperbaiki hubungan antar kedua belah pihak. Tidak hanya itu karena bisa
juga ditujukan untuk mengembangkan kemampuan hingga dapat menyelesaikan
konflik. Dari konsultasi ini dibutuhkan seorang konsultan hingga dapat memberi
solusi berupa teknik untuk meningkatkan aspek persepsi dan kesadaran seputar
tingkat laku.
8. Mediasi
Metode mediasi atau pertengahan juga masuk
dalam manajemen konflik yang sangat baik untuk menjadi solusi
mengurangi tingkat ketegangan di sebuah sengketa. Mediasi ini membutuhkan peran
mediator yang secara langsung diundang untuk membantu memberi solusi hingga
mengumpulkan fakta ditambah lagi bisa memperjelas masalah yang sedang terjadi
hingga akhirnya diberikan solusi terbaik. Namun mediasi ini sepenuhnya bisa
berjalan lancar tergantung dari kepiawaian seorang madiator itu sendiri.
9. Arbitrase
Biasanya
pihak ketiga juga memiliki andil untuk campur tangan dalam sebuah sengketa.
Kini pihak bersengketa tidak bersedia berunding terutama dari usaha kedua pihak
dalam menyelesaikan masalah. Maka dari itu dibutuhkan pihak ketiga yakni dalam
metode arbitrase. Nantinya pihak ketiga akan mendengarkan keluhan dari kedua
pihak hingga nantinya berfungsi sebagi hakim. Pencarian masalah menjadi titik
fokus hingga cara ini tidak memberikan keuntungan kepada dua pihak bersengketa,
akan tetapi mampu memberikan solusi terbaik bagi banyak pihak.
Dari solusi manajemen
konflik tersebut masih diperlukan beberapa hal penting yang harus
diperhatikan dalam mengatasi sebuah masalah. Berikut beberapa hal penting yang
wajib Anda perhatikan di dalam mengatasi banyak konflik.
1. Mencegah Konflik Destruktif
Berbagai pencegahan bisa dilakukan sebelum
terjadi konflik destruktif dengan sifat merusak berbagai macam fasilitas
ataupun terjadinya konflik berkepanjangan.
2. Menghadirkan Komunikasi Efektif
Pastinya dari komunikasi efektif menjadi
salah satu tujuan utama kenapa dilakukan upaya mediasi hingga berbagai macam
metode dalam menyelsaikan konflik.
3. Memberikan Penerapan Aturan Baku
Ketiga ada aspek penting untuk bisa
menerapkan aturan baku terhadap karyawan di sebuah perusahaan baik dari sisi
internal ataupun eksternalnya.
4. Menciptakan Iklim Kerja Harmonis
Sudah jelas dari iklim kerja yang lebih
harmonis jadi hal menarik dalam manajemen konflik ini. Maka dari itu
tujuannya harus bisa jelas hingga bisa memberikan banyak keuntungan utamanya.
Setiap konflik dalam ruang
lingkup perusahaan besar ataupun kecil harus bisa memperlihatkan banyak manfaat
terbaik. Maka dari itu siapa saja yang berhasil menyelesaikan berbagai konflik
di dalam perusahaan akan terus mendapatkan kinerja karyawan lebih optimal
dibandingkan sebuah perusahaan yang tak pernah memperhitungkan semua aspek.
Jadi bisa kita lihat bahwa semua akses dalam manajemen konflik sendiri
dapat memperlihatkan banyak peluang, hingga akhirnya soerang karyawan merasakan
kenyamanan bisa bekerja secara penuh. Ditambah lagi dari ruang lingkup kerja
juga lebih optimal.
G. SENI NEGOSIASI
Negosiasi terjadi untuk beberapa
alasan: (1) menyetujui bagaimana cara membagi sebuah sumber yang terbatas,
seperti tanah, atau properti, atau waktu; (2) menciptakan sesuatu yang
baru ketika kedua belah pihak akan
melakukannya dengan cara mereka sendiri, atau (3) menyelesaikan masalah atau
perselisihan antara kedua belah pihak. Terkadang orang-orang gagal untuk
bernegosiasi karena mereka tidak menyadari bahwa mereka berada dalam situasi
negosiasi. Dengan memilih pilihan-pilihan lain daripada negosiasi, mereka
mungkin gagal untuk mencapai tujuan mereka, mendapatkan apa yang mereka
perlukan, atau mengatur masalah-masalah sebaik yang mereka inginkan. Orang-orang
mungkin juga menyadari kebutuhan bernegosiasi, tetapi melakukannya dengan buruk
karena mereka salah memahami proses dan tidak memiliki keahlian negosiasi.
Negosiasi adalah "bentuk
pengambilan keputusan dua pihak atau lebih berbicara satu sama lain dalam upaya
untuk menyelesaikan kepentingan perdebatan mereka" (Pruitt, 1981, hlm.xi).
"Jantung negosiasi" adalah proses
memberi-dan-menerima yang digunakan untuk mencapai kesepakatan. Sementara
proses memberi-dan-menerima sangat penting, negosiasi merupakan proses sosial
yang sangat kompleks; banyak faktor penting yang membentuk hasil negosiasi
tidak terjadi selama negosiasi; mereka terjadi sebelum pihak-pihak
yang ada melakukan negosiasi, atau membentuk konteks di sekitar negosiasi.
Dalam beberapa bab pertama dari buku ini, kita akan menguji mengapa orang
bernegosiasi, sifat dasar negosiasi sebagai alat untuk mengelola konflik, dan
proses utama memberi-dan-menerima yang orang-orang coba lakukan untuk mencapai
kesepakatan.
Wawasan kita menjadi negosiator diambil
dari tiga sumber. Pertama adalah pengalaman kita sebagai negosiator diri kita
sendiri dan banyaknya negosiasi yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan kita
sendiri dan dalam kehidupan orang di seluruh dunia. Sumber kedua adalah
media—televisi, radio, koran, majalah, dan Internet—yang melaporkan negosiasi
aktual setiap hari. Sumber ketiga adalah kekayaan penelitian ilmu
sosial yang telah dilakukan pada beberapa aspek negosiasi. Penelitian ini telah
dilakukan selama lebih dari 50 tahun di bidang ekonomi, psikologi, ilmu
politik, komunikasi, hubungan perburuhan, hukum, sosiologi, dan antropologi.
Setiap disiplin mendekati negosiasi dengan cara berbeda. Seperti perumpamaan
tentang orang buta yang berusaha mendeskripsikan gajah dengan menyentuh dan
merasakan bagian-bagian yang berbeda dari hewan tersebut, masing-masing
disiplin ilmu sosial memiliki teori sendiri dan metode untuk mempelajari
unsur-unsur negosiasi, dan masing-masing cenderung menekankan beberapa bagian
dan mengabaikan yang lain. Dengan demikian, peristiwa dan hasil yang sama dari negosiasi dapat
diperiksa secara bersamaan dari beberapa perspektif yang berbeda.' Ketika
berdiri sendiri, masing-masing perspektif menjadi terbatas; dengan
dikombinasikan, kita mulai memahami dinamika yang kaya dan kompleks dari hewan
yang menakjubkan ini. Kita menarik gambaran dari semua tradisi penelitian dalam
pendekatan kita terhadap negosiasi.
a. Karekteristik Situasi Negosiasi
Seperti
yang kita didefinisikan sebelumnya, negosiasi adalah proses
dua atau lebih pihak berusaha untuk menyelesaikan kepentingan mereka yang
bertentangan. Jadi, negosiasi adalah salah satu dari beberapa mekanisme ketika orang dapat menyelesaikan
konflik. Situasi negosiasi pada dasarnya memiliki karekteristik yang sama,
apakah negosiasi perdamaian antara negara-negara perang, negosiasi bisnis
antara pembeli dan penjual atau buruh dan manajemen, atau tamu yang marah
mencoba untuk mengetahui bagaimana mendapatkan air panas untuk mandi sebelum
wawancara penting. Mereka yang telah menulis secara ekstensif tentang negosiasi
berpendapat bahwa terdapat beberapa karekteristik umum untuk semua situasi
negosiasi (Lewicky, 1992):
Ø
Terdapat
dua atau lebih pihak—yaitu, dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi.
Meskipun orang dapat "bernegosiasi" dengan diri mereka
sendiri—seperti ketika seseorang berdebat apakah akan menghabiskan Sabtu
sore dengan belajar, bermain tenis, atau pergi ke pertandingan sepak
bola—kita menganggap negosiasi sebagai proses antara individu,
dalam kelompok, dan antara kelompok-kelompok.
Ø
Terdapat
konflik kebutuhan dan keinginan antara dua pihak atau lebih—yaitu, apa yang
diinginkan adalah tidak selalu menjadi keinginan orang lain—dan para pihak
harus mencari cara untuk menyelesaikan konflik.
Ø
Para
pihak bernegosiasi dengan pilihan! Artinya, mereka
bernegosiasi karena mereka berpikir mereka dapat mendapatkan kesepakatan yang
lebih baik dengan melakukan negosiasi daripada sekadar menerima apakah
sisi lain secara sukarela akan memberikan mereka atau membiarkan mereka
miliki. Negosiasi sebagian besar proses sukarela. Kita bernegosiasi karena kita
berpikir kita dapat meningkatkan pengeluaran atau hasil, dibandingkan
dengantidak bernegosiasi atau secara sederhana menerima apa yang pihak lain
tawarkan. Ini adalah strategi yang dilakukan dengan pilihan; jarang kita
diminta untuk bernegosiasi. Ada saat untuk bernegosiasi dan saat untuk tidak
bernegosiasi. Pengalaman kita adalah bahwa sebagian besar individu dalam budaya
Barat tidak bernegosiasi cukup—yaitu, kita asumsikan harga atau situasi tidak
dapat dinegosiasikan dan tidak perlu bertanya atau membuat tawaran kembali.
Ø
Ketika
kita bernegosiasi, kita mengharapkan proses "memberi dan menerima"
yang mendasar untuk definisi sendiri. Kita berharap bahwa kedua belah pihak
akan memodifikasi atau mengubah pernyataan awal mereka, permintaan, atau
tuntutan. Meskipun mungkin pada awalnya kedua belah pihak berpendapat
keras untuk apa yang mereka inginkan—masingmasing mendorong pihak lain untuk
melakukan langkah pertama—pada akhirnya kedua belah pihak akan mengubah
posisi awal mereka dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan. Gerakan ini
mungkin menuju ke posisi "tengah" mereka, yang disebut kompromi.
Negosiasi yang benar-benar kreatif mungkin tidak memerlukan kompromi,
bagaimanapun juga; sebaliknya pihak-pihak dapat menciptakan solusi yang
memenuhi tujuan semua pihak. Tentu saja jika para pihak TIDAK
menganggapnya negosiasi, maka mereka tidak perlu berharap untuk mengubah posisi
mereka dan terlibat dalam kegiatan memberi dan menerima
Para pihak lebih suka bernegosiasi dan
mencari kesepakatan daripada melawan secara terbuka, satu sisi mendominasi dan
sisi lain menyerah, memutuskan kontak secara tetap, atau membawa perselisihan
mereka pada otoritas yang lebih tinggi untuk mengatasinya. Negosiasi terjadi
ketika pihak-pihak lebih memilih untuk menciptakan solusi mereka sendiri demi
menyelesaikan konflik, ketika tidak ada seperangkat aturan atau prosedur yang
tetap atau dibuat untuk menyelesaikan konflik, atau ketika mereka memilih untuk mengabaikan aturan aturan tersebut.
Organisasi dan sistem menciptakan kebijakan dan prosedur untuk mengatasi dan
mengelola prosedur tersebut.
Negosiasi yang berhasil melibatkan
manajemen faktor kasat mata (misalnya, harga atau ketentuan
perjanjian) dan juga resolusi faktor tak kasat mata. Faktor
tak kasat mata adalah dasar motivasi psikologis yang mungkin memengaruhi
pihak-pihak selama negosiasi, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Beberapa contoh faktor tak kasat mata adalah (a) kebutuhan untuk
"menang," mengalahkan pihak lain, atau mencegah kehilangan pada pihak
lain (b) kebutuhan untuk terlihat "baik," "kompeten," atau
"kuat" untuk orang-orang yang Anda wakili; (c) kebutuhan untuk
mempertahankan prinsip penting atau contoh dalam negosiasi, dan (d) kebutuhan
untuk tampil "adil," atau "terhormat" atau untuk melindungi
reputasi seseorang, atau (e) kebutuhan untuk mempertahankan hubungan yang baik
dengan pihak lain setelah negosiasi selesai, terutama dengan menjaga
kepercayaan dan mengurangi ketidakpastian (Saorin-Iborra, 2006).[3] Faktor tak kasat mata sering berakar
pada nilainilai pribadi dan emosi. Faktor tak kasat mata dapat memiliki
pengaruh besar pada proses negosiasi dan basil; hampir tidak mungkin untuk
mengabaikannya karena hal-hal tersebut memengaruhi penilaian kita tentang apa
yang adil, atau benar, atau yang sesuai dalam resolusi faktor kasat mata.
b.
Saling
Ketergantungan
Salah satu karekteristik kunci dari
situasi negosiasi adalah bahwa pihak-pihak saling membutuhkan untuk mencapai
tujuan atau hasil yang mereka inginkan. Artinya, mereka harus saling
berkoordinasi untuk mencapai tujuan mereka sendiri, atau mereka memilih untuk
bekerja sama karena hasil yang mungkin dicapai akan lebih baik daripada mereka
bekerja sendiri.
Kebanyakan hubungan antara pihak dapat
dicirikan dalam salah satu dari tiga cara: mandiri, tergantung, atau saling
tergantung. Pihak yang mandiri dapat memenuhi kebutuhan mereka
sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari orang lain; mereka dapat relatif
terpisah, acuh tak acuh, dan tidak terlibat dengan orang lain. Pihak yang tergantung harus
mengandalkan orang lain untuk apa yang mereka butuhkan; karena mereka memerlukan
bantuan, kebajikan, atau kerja sama yang lain, pihak yang tergantung harus
menerima dan mengakomodasi keinginan penyedia dan keistimewaan tersebut.
Sebagai contoh, jika seorang karyawan benar-benar tergantung pada atasan untuk
pekerjaan dan gaji, karyawan akan dengan baik melakukan pekerjaan seperti yang
diperintahkan dan menerima gaji yang ditawarkan, atau pergi tanpa pekerjaan.
Pihak yang saling tergantung, bagaimanapun, adalah ditandai
oleh tujuan—pihak saling membutuhkan satu sama lain untuk mencapai tujuan
mereka. Misalnya, dalam sebuah tim yang ingin menjalankan program kerja, tidak ada satu orang pun dapat
menyelesaikan program kerja yang kompleks sendiri; batas waktu
biasanya terlalu pendek, dan tidak ada individu memiliki semua keterampilan
atau pengetahuan untuk menyelesaikannya. Bagi kelompok tersebut, untuk mencapai
tujuannya, setiap orang perlu bergantung pada anggota tim lainnya untuk
menyumbangkan waktu, pengetahuan, dan sumber daya serta untuk menyelaraskan
upaya mereka.
Struktur saling ketergantungan
membentuk strategi dan taktik yang melibatkan negosiator. Dalam situasi
distributif para negosiator termotivasi untuk memenangkan persaingan dan
mengalahkan pihak lain atau untuk mendapatkan bagian terbesar dari sumber daya
tetap yang mereka dapat. Untuk tujuan pencapaian ini, negosiator biasanya
menggunakan strategi dan taktik menang-kalah. Pendekatan untuk negosiasi
distributif—disebut tawar-menawar distributif—menerima fakta bahwa hanya
ada satu pemenang yang diberikan situasi tersebut dan mengejar tindakan untuk
menjadi pemenang tersebut. Tujuan negosiasi adalah untuk mengklaim
nilai—yaitu, untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk mengklaim
hadiah, atau mendapatkan potongan sebesar mungkin (Lax dan
Sebenius, 1986).
Sebaliknya, dalam situasi integratif,
negosiator harus menggunakan strategi dan taktik menang-menang. Pendekatan
terhadap negosiasi ini—disebut negosiasi integratifberupaya untuk
mencari solusi, sehingga kedua belah pihak dapat melakukannya dengan baik dan
mencapai tujuan mereka. Tujuan negosiasi adalah untuk menciptakan nilai—yaitu,
untuk menemukan cara bagi semua pihak untuk memenuhi tujuan mereka, baik dengan
mengidentifikasi lebih banyak sumber daya atau menemukan cara yang unik untuk
berbagi dan mengoordinasikan penggunaan sumber daya yang ada antara
lain:
ü Negosiator harus mampu menyadari
situasi-situasi yang membutuhkan lebih dari satu pendekatan dibandingkan yang
lain: situasi-situasi
yang memerlukan strategi dan taktik distributif secara dominan, dan
situasi-situasi yang membutuhkan strategi dan taktik integratif. Umumnya
tawar-menawar distributif sesuai saat waktu dan sumber terbatas, saat yang lain
sepertinya bersaing, dan saat tidak ada kemungkinan interaksi di masa depan
dengan pihak yang lain. Setiap situasi lainnya harus didekati dengan sebuah
strategi integratif.
ü Negosiator harus menjadi fleksibel
dalam kenyamanan mereka dan menggunakan kedua pendekatan strategi. Negosiator tidak hanya harus mampu
menyadari strategi mana yang sesuai, tetapi juga harus mampu menggunakan kedua
pendekatan dengan fleksibilitas yang sama. Tidak ada cara tunggal yang
"terbaik", "diinginkan", atau "benar" untuk
bernegosiasi; pilihan strategi negosiasi membutuhkan adaptasi terhadap situasi,
ü Persepsi negosiator terhadap situasi
cenderung menjadi bias dalam melihat masalahmasalah menjadi lebih
kompetitif/distributif dari yang sebenarnya. Secara akurat menerima sifat alami
saling tergantung antarpihak penting bagi negosiasi yang sukses. Sayangnya,
kebanyakan negosiator tidak menerima situasi-situasi tersebut secara akurat.
Orang-orang membawa banyak hal ke dalam sebuah negosiasi: pengalaman di masa
lalu, kepribadian, suasana hati, kebiasaan, dan kepercayaan tentang bagaimana
bernegosiasi. Elemen-elemen ini secara dramatis membentuk cara bagaimana orangorang
menerima sebuah situasi saling tergantung, dan persepsi-persepi ini memiliki
efek yang kuat terhadap negosiasi berikut.
Kecenderungan untuk para negosiator
melihat dunia lebih kompetitif dan distributif dari kenyataan sebenarnya, dan
untuk mengurangi proses-proses menciptakan nilai yang integratif, menyatakan
bahwa banyak negosiasi memperoleh basil yang suboptimal. Di sebagian besar tingkat
dasar, koordinasi yang sukses saling ketergantungan memiliki potensi untuk
membawa sinergi, yang merupakan ide bahwa "keseluruhan lebih besar
daripada sebagian". Terdapat sejumlah contoh sinergi. Di dunia bisnis,
banyak penelitian dan kelompok pengembangan, usaha dirancang untuk membawa
bersama-sama para ahli dari industri, disiplin ilmu, atau tujuan masalah yang
berbeda-beda untuk meminimalkan potensial inovatif mereka melampaui apa yang
setiap perusahaan dapat lakukan secara perorangan. Contohnya sejumlah teknologi
baru di bidang kedokteran, komunikasi, komputer, dan semacamnya. Industri kabel
serat optik dirintis oleh para ahli penelitian dari industri kaca dan para ahli
dari pembuatan kabel dan sambungan listrik, kelompok industri yang memiliki
percakapan atau hubungan sebelumnya yang tidak banyak. Jumlah yang luas dari
peralatan medis dan teknologi telah dirintis dalam hubungan kerja antara para
ahli biologi dan para insinyur. Dalam situasi ini, saling ketergantungan
diciptakan antara dua pihak atau lebih, dan para penciptanya yang secara sukses
menerapkan keahlian dan meningkatkan
potensi untuk penciptaan nilai secara sukses.
Nilai dapat diciptakan dengan banyak
cara dan proses itu terletak pada eksploitasi perbedaan-perbedaan yang ada di
antara para negosiator (Lax dan Sebenius, 1986). Perbedaan kunci di antara para
negosiator meliputi:
1)
Perbedaan
minat. Para
negosiator jarang menilai semua hal dalam negosiasi sama. Contohnya, dalam
mendiskusikan sebuah paket kompensasi, perusahaan mungkin bersedia menyerah
pada bonus yang besar daripada gaji karena bonus terjadi hanya di tahun
pertama, sedangkan gaji adalah pendapatan tetap. Sebuah perusahaan periklanan
mungkin cukup bersedia untuk menekuk pengendalian kreatif sebuah proyek, tetapi
sangat melindungi pengendalian tempat iklan. Menemukan kecocokan dalam
perbedaan minat sering kali menjadi kunci untuk membuka teka-teki penciptaan
nilai.
2)
Perbedaan
penilaian tentang masa depan. Orang-orang berbeda dalam penilaiannya
terhadap yang berharga atau nilai masa depan sebuah barang. Misalnya, apakah
bagian dari daerah rawa merupakan satu investasi yang bagus atau buruk terhadap
pendapatan yang diperoleh dengan susah payah? Beberapa orang dapat membayangkan
rumah masa depan dan kolam renang, sedangkan yang lain akan memandang ini
sebagai masalah pengendalian investasi banjir. Para pembangun real estat
bekerja keras untuk mengidentifikasi barangbarang di mana mereka melihat masa
depan yang potensial yang gagal disadari oleh para pemilik baru.
3)
Perbedaan
risiko toleransi. Orang-orang
dapat menghadapi risiko dalam jumlah yang berbeda. Keluarga muda, memiliki tiga
anak, dan memiliki pendapatan tunggal dapat menopang risiko yang lebih sedikit
dari pasangan yang lebih dewasa, tanpa anak, dan dengan penghasilan yang
berasal dari keduanya. Perusahaan dengan masalah aliran kas dapat mengambil
risiko perluasan operasional yang sedikit dibandingkan dengan yang memiliki kas
lebih banyak
4)
Perbedaan
dalam pemilihan waktu. Negosiator
berbeda dalam bagaimana waktu memengaruhi mereka. Seorang negosiator mungkin
ingin merealisasikan pendapatan sekarang, sedangkan yang lain mungkin lebih
suka menyimpan pendapatan untuk masa depan; seseorang membutuhkan penyelesaian
yang cepat, sedangkan yang lain tidak membutuhkan perubahan apapun dalam status
quo. Perbedaan dalam pemilihan waktu memiliki potensi untuk menciptakan nilai
dalam sebuah negosiasi. Misalnya, seorang penjual mobil ingin membuat
kesepakatan di akhir minggu agar memenuhi syarat untuk mendapatkan bonus
spesial dari perusahaan, sedangkan pembeli yang potensial bermaksud untuk
menjual mobilnya dalam "satu waktu di enam bulan ke depan."
Singkatnya, saat nilai sering kali
diciptakan dengan mengeksploitasi kepentingan umum, perbedaan-perbedaan juga
dapat muncul sebagai dasar untuk menciptakan nilai. Jantung negosiasi
menelusuri kepentingan-kepentingan umum maupun yang berbeda secara individu
untuk menciptakan nilai ini dan menerapkan kepentingan tersebut sebagai dasar
untuk sebuah kesepakatan yang kuat dan bertahan lama. Perbedaan dapat dilihat
sebagai yang dapat diatasi, namun dalam hal tersebut berfungsi sebagai
hambatan. Hasilnya, negosiator juga harus belajar mengatur konflik secara
efektif untuk mengatur perbedaan-perbedaan mereka saat mencari cara untuk
meminimalisasikan nilai gabungan mereka.
c.
Strategi
dan Taktik Tawar-menawar Distributif
Dalam situasi tawar-menawar
distributif, tujuan satu pihak biasanya bertentangan langsung dengan tujuan
pihak lain. Sumber daya bersifat tetap dan terbatas, dan kedua belah pihak
ingin memaksimalkan bagian dari hasil yang akan diperoleh. Salah satu strategi
penting adalah menjaga informasi secara hati-hati—negosiator hanya boleh
memberikan informasi ke pihak lain jika informasi tersebut memberikan
keuntungan strategis. Sementara itu, mendapatkan informasi dari pihak lain
untuk meningkatkan kekuatan negosiasi merupakan langkah yang baik.
Tawar-menawar distributif pada dasarnya adalah persaingan siapa yang akan
mendapatkan sumber daya terbatas yang paling banyak, sering kali berupa uang.
Kemampuan kedua belah pihak untuk mencapai tujuan mereka akan bergantung pada
strategi dan taktik yang mereka gunakan (Walton dan Mckersie, 1965).
Bagi kebanyakan, strategi dan taktik
tawar-menawar distributif merupakan hal terpenting dalam negosiasi. Citra yang
sering muncul dalam proses negosiasi adalah ruangan yang dipenuhi asap rokok
yang riuh dengan orang-orang yang mempertahankan pendapatnya. Banyak orang yang
tertarik dengan pandangan negosiasi ini dan mencari cara untuk belajar dan
mempertajam keahlian tawar-menawar; sebagian orang keluar dari tawar-menawar
distributif dan lebih suka menjauh bukannya bernegosiasi dengan cara ini.
Mereka berpendapat bahwa tawar-menawar distributif itu kuno, bersifat
konfrontatif, dan destruktif.
Ada tiga alasan mengapa negosiator
harus mengenal tawar-menawar distributif. Pertama, negosiator menghadapi
situasi saling ketergantungan yang bersifat distributif, dan agar berhasil
dalam situasi tersebut mereka perlu memahami bagaimana cara kerjanya. Kedua,
karena banyak orang yang menggunakan strategi dan taktik tawar-menawar
distributif secara eksklusif, semua negosiator perlu memahami bagaimana
mengatasi efeknya. Ketiga, setiap negosiasi berpotensi membutuhkan keahlian
tawar-menawar distributif pada saat berada pada tahap "mengklaim-nilai"
(Lax dan Sebenius, 1986). Negosiasi integratif berfokus pada cara-cara untuk
menciptakan nilai, tetapi juga mencakup tahap klaim, artinya nilai yang diciptakan
terdistribusikan. (Negosiasi integratif dibahas secara rinci di Bab 3.)
Pemahaman strategi dan taktik distributif sangat penting dan bermanfaat, namun
negosiator perlu tahu bahwa taktik ini juga dapat bersifat kontraproduktif,
berisiko, dan mungkin tidak akan membuahkan hasil. Taktik ini sering kali
menyebabkan para pihak yang bernegosiasi terlalu berfokus pada perbedaan,
bukannya kesamaan yang mereka miliki (Thompson dan Hrebec, 1996). Meski
demikian, efek-efek negatif strategi dan taktik tawar-menawar distributif ini
bermanfaat ketika negosiator ingin memaksimalkan nilai yang diperoleh dalam
satu kesepakatan, ketika hubungan dengan pihak lain tidak penting, dan ketika
mereka berada pada tahap mengklaim nilai dari negoisasi.
E. Komitmen
Konsep kunci dalam menciptakan posisi
penawaran adalah komitmen. Definisi komitmen adalah pengambilan posisi
penawaran dengan beberapa perjanjian ekplisit atau implisit berdasarkan
tindakan dalam kondisi yang akan datang (Walton dan McKersie, 1965, hlm. 82).
Contohnya adalah agen olah raga yang berkata pada manajer umum sebuah tim
olahraga profesional. "Jika kami tidak mendapatkan gaji yang kami
inginkan, pemainku akan keluar tahun depan." Tindakan ini menunjukkan
posisi penawaran dan janji negosiator di masa depan jika posisi tersebut tidak
tercapai. Tujuan dari komitmen adalah untuk menghilangkan ambiguitas tentang
tujuan tindakan negosiator. Dengan membuat komitmen, seorang negosiator
menunjukkan tujuannya untuk mengambil tindakan ini, membuat keputusan ini, atau
meraih sasaran ini—negosiator tersebut berkata, "Jika Anda juga mencapai
target Anda, kita sepertinya akan terlibat dalam konflik langsung; salah satu
dari kita akan menang, atau tidak ada satu pun dari kita akan mencapai target
kita." Komitmen juga mengurangi pilihan pihak lain; mereka dirancang untuk
mendesak pihak lain kepada portofolio pilihan yang dikurangi.
Sebuah komitmen sering ditafsirkan oleh
pihak lain sebagai ancaman—jika pihak lain tidak menyesuaikan atau mematuhinya,
beberapa konsekuensi negatif akan terjadi. Beberapa komitmen dapat merupakan
ancaman, tetapi yang lainnya hanya berupa pernyataan dari tindakan yang
dimaksud yang meninggalkan tanggung jawab untuk menghindari kerusakan mutual di
tangan pihak lain. Bangsa yang menyatakan secara umum bahwa bangsa tersebut
akan menyerang bangsa lain dan bahwa perang dapat dihindari hanya jika tidak
ada bangsa lain yang mencoba menghentikan tindakan tersebut adalah bangasa yang
sedang membuat komitmen tegas dan dramatis. Komitmen dapat juga melibatkan
janji masa depan, seperti, "Jika kami mendapatkan kenaikan gaji, kami
bersedia bila titik lain ditengahi seperti yang Anda minta."
Karena pembawaannya, komitmen adalah
pernyataan yang biasanya membutuhkan respons dalam tindakan. Seorang negosiator
yang menyatakan konsekuensi (misalnya, pemain akan keluar tahun depan), dan
kemudian gagal mendapatkan apa yang diinginkannya dalam negosiasi, tidak akan
dipercaya di waktu mendatang kecuali jika is bertindak menurut konsekuensi
(misalnya, pemain tidak melapor ke tempat pelatihan). Terlebih lagi, seseorang
akan kehilangan citra diri setelah tidak mengikuti komitmen yang telah dibuat
di depan umum. Ketika negosiator membuat komitmen, maka, terdapat motivasi kuat
untuk berpegang. Karena pihak lain kemungkinan akan memahaminya, sebuah
komitmen, sekali disetujui, sering kali akan memiliki efek yang kuat terhadap
apa yang dianggap mungkin oleh pihak lain (Pruitt, 1981).
1. Pertimbangan Taktis
dalam Menggunakan Komitmen
Seperti banyak alat, komitmen memiliki
mata ganda. Mereka mungkin digunakan untuk meraih keuntungan yang digambarkan
sebelumnya, tetapi mereka mungkin juga memperbaiki seorang negosiator ke posisi
atau titik tertentu. Komitmen bertukar secara fleksibel untuk kepastian
tindakan, tetapi hal tersebut menimbulkan kesulitan jika salah satu ingin
pindah ke posisi yang baru. Misalnya saja, anggap setelah berkomitmen pada diri
Anda sendiri terhadap sebuah tindakan, Anda menemukan informasi tambahan yang
menunjukkan bahwa posisi yang berbeda diinginkan, seperti informasi yang
menunjukkan bahwa perkiraan awal Anda terhadap titik perlawanan pihak lain
salah dan bahwa terdapat rentang penawaran yang negatif. Bertukar posisi
mungkin diinginkan atau diperlukan setelah membuat komitmen. Untuk alasan ini,
ketika seseorang membuat komitmen, ia harus membuat rencana kemungkinan untuk
akhir yang memuaskan. Supaya komitmen awal efektif, rencana kemungkinan harus
bersifat rahasia. Misalnya, agen pemain mungkin telah merencanakan untuk segera
pensiun setelah pemenuhan negosiasi yang diharapkan. Dengan memajukan masa
pensiun, maka agen dapat membatalkan komitmen dan meninggalkan negosiator yang
baru tanpa memberikan beban. Pembeli sebuah kondominium mungkin akan mundur
dari komitmen untuk membeli dengan menemukan retakan yang tidak diketahui dalam
plaster ruang tamu atau tidak mampu mendapatkan pendanaan dari bank.
Komitmen mungkin akan berguna bagi Anda
sebagai seorang negosiator, tetapi Anda akan mendapatkan keuntungan untuk
mencegah pihak lain dari komitmen. Lebih jauh, jika pihak lain harus mengambil
posisi yang berkomitmen, maka ini merupakan keuntungan Anda untuk tetap membuka
satu jalan atau lebih baginya agar dapat keluar dari komitmen.
2. Menetapkan Komitmen
Dengan pernyataan yang kuat dan penuh
semangat—beberapa di antaranya hanya gertakanyang dibuat selama negosiasi,
bagaimana seorang negosiator menetapkan bahwa sebuah pernyataan adalah untuk
dipahami sebagai komitmen? Pernyataan komitmen memiliki tiga properti: keputusan tingkat
tinggi, spesifikasi tingkat tinggi, dan pernyataan konsekuensi yang
jelas (Walton dan McKewsie, 1965). Seorang pembeli dapat mengatakan, "Kami
membutuhkan diskon volume, atau akan muncul masalah." Pernyataan ini jauh
lebih lemah daripada "Kami harus mendapatkan diskon volume 10 persen dalam
kontrak berikutnya, atau kami akan bekerja sama dengan pemasok alternatif bulan
depan." Pernyataan yang kedua membicarakan kesimpulan (bagaimana dan kapan
diskon volume harus diberikan), spesifikasi (berapa besar diskon volume yang
diinginkan), dan sebuah pernyataan konsekuensi yang jelas (apa yang akan
terjadi jika diskon tidak diberikan).
Tips Negosiasi Gaji
Myron
Liebschutz menulis dalam the Wall Street Journal, menawarkan
tips sukses berikut ketika pelamar kerja harus melakukan negosiasi gaji dengan
seorang majikan yang prospektif:
· Menunda diskusi kompensasi sampai pada akhirnya Anda ditawari pekerjaan
tersebut
· Setelah majikan menawarkan pekerjaan dan menyebutkan nilai gaji, tetaplah
diam sampai sekitar 30 detik. Dengan tetap diam, Anda membuat orang tersebut
untuk menyebutkan angka yang lebih tinggi atau membicarakan tleksibilitas.
Kemudian negosiasi dapat dimulai.
· Jangan segera mengomentari gaji yang ditawarkan. Sebaliknya, pastikan
kembali beberapa aspek lain dalam tanggung jawab pekerjaan, dan pastikan
kembali di mana dan bagaimana Anda yakin bahwa Anda akan memberi keuntungan
terhadap organisasi.
· Lalu, katakan bahwa tawaran sedikit konservatif, walaupun posisinya masih
sangat menarik. Katakan Anda akan mempertimbangkannya dan membicarakannya
kembali esok hari.
· Jangan membahas keuntungan sebelum gaji. Dapatkan persetujuan gaji
dahulu, lalu diskusikan keuntungan yang menyertai.
· Berharti-hatilah terhadap negosiasi berlebihan. Meminta terlalu banyak,
bahkan jika Anda mendapatkannya, mungkin akan menyebabkan Anda tidak
disukai dan menjauhkan Anda dari tinjauan gaji selanjutnya.
· Apa pun tawaran tersebut, Jangan menerimanya di tempat. Tuniukkan minat,
tetapi mintalah satu hari untuk mempertimbangkannya. Pekerjaan tidak akan
menjauh, dan majikan mungkin akan datang dengan penawaran yang lebih baik
dengan waktu tambahan yang diberikan untuk mencapai persetujuan.
· lika perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan gaji tahunan Anda,
carilah pilihan lain seperti bonus, libur panjang, penghargaan uang spesifik
untuk pencapaian kineria. Biasanya, terdapat sedikit ruang untuk negosiasi
ketika Anda melamar pekerjaan level rendah, ketika perusahaan merupakan
birokrasi tinggi, atau ketika pasokan tenaga kerja melebihi permintaan.
Terdapat lebih banyak kesempatan untuk bernegosiasi ketika Anda melamar posisi
yang baru atau tingkat tinggi, dan ketika Anda memiliki banyak kemampuan atau
unik.[4]
Pernyataan Publik Potensi
pernyataan komitmen meningkat ketika semakin banyak orang yang mengetahuinya.
Pernyataan organisasi olahraga tentang keluar di sebuah musim akan menimbulkan
pengaruh yang berbeda jika dibuat selama siaran olahraga di televisi daripada
hanya jika dibuat pada meja penawaran. Beberapa pihak dalam negosiasi telah
membuat konferensi pers atau memasang iklan dalam surat kabar atau publikasi
lainnya yang menyatakan apa yang mereka ingin dan apa yang akan dan tidak akan
terjadi jika mereka tidak mendapatkannya. Dalam setiap situasi ini, semakin
banyak orang yang mengetahuinya.
Menghubungkan dengan Basis Luar Cara
lain untuk memperkuat sebuah komitmen adalah dengan menghubungkan dengan satu
atau dua sekutu. Pekerja
yang tidak puas dengan manajemen dapat membentuk sebuah komite untuk
menunjukkan kekhawatiran mereka. Asosiasi industri dapat bergabung untuk
menetapkan standar produk. Variasi proses ini terjadi ketika negosiator
menciptakan kondisi yang membuat keadaan tersebut lebih sulit bagi mereka untuk
mematahkan komitmen yang telah mereka buat. Misalnya, dengan mendorong penjajah
yang berdedikasi untuk menetap di tepi barat dekat Jerusalem, pemerintah Israel
membuatnya lebih sulit bagi Israel untuk memberikan tanah ini kepada penduduk
Palestina, sebuah titik yang sejak awal ingin diperkuat oleh orang Israel.
Meningkatkan Kepentingan
Permintaan Banyak hal dapat dilakukan untuk meningkatkan kepentingan
pernyataan komitmen. Jika kebanyakan tawaran dan konsesi dibuat secara oral,
maka mencatat pernyataan mungkin menarik perhatian terhadap komitmen tersebut.
Jika pernyataan sebelumnya telah dicatat, maka menggunakan huruf dengan ukuran
atau warna yang berbeda akan menarik perhatian kepada yang baru. Pengulangan
adalah salah satu media yang berpengaruh untuk membuat sebuah pernyataan
menjadi penting. Menggunakan saluran kornunikasi yang berbeda untuk
menyampaikan sebuah komitmen membuat maksud tersebut dengan kuat—misalnya,
memberitahu pihak lain mengenai sebuah komitmen; lalu menyerahkan pernyataan
tertulis; lalu membacakan pernyataan; kemudian menyampaikan komitmen kepada
yang lain.
Memperkuat Ancaman atau Janji Ketika
membuat sebuah ancaman, terdapat bahaya dari bergerak terlalu jauh—menyatakan
suatu maksud dengan sangat kuat akan membuat Anda terlihat lemah atau bodoh
daripada mengancam. Pernyataan seperti "Jika saya tidak mendapatkan
konsesi pada titik ini, maka Anda tidak akan ada dalam bisnis ini lagi!"
sepertinya akan ditanggapi dengan jengkel atau penolakan daripada kepedulian
atau kepatuhan. Lebih lanjut, pernyataan rinci yang berlebihan akan
menghilangkan kredibilitas. Sebaliknya, pernyataan permintaan, kondisi, dan
konsekuensi yang sederhana dan lugas bersifat lebih efektif.
Beberapa hal dapat dilakukan untuk
memperkuat ancaman implisit atau eksplisit dalam sebuah komitmen. Salah satunya
adalah dengan meninjau situasi serupa dan konsekuensinya; Sara lainnya adalah
untuk membuat persiapan yang jelas untuk menjalani ancaman. Menghaaapi
kemungkinan pemogokan, perusahaan membangun inventarisnya dan memindahkan pondok
dan makanan ke dalam pabrik mereka; persatuan mengumpulkan dana pemogokan dan
menyarankan pada anggotanya mengenai cara mengatasi pendapatan yang kecil jika
pemogokan harus terjadi. Jalan yang lain adalah untuk menciptakan dan mengatasi
ancaman kecil di waktu mendatang, sehingga membuat pihak lain meyakini
3. Mencegah Pihak Lain
dari Prematurnya Komitmen
Semua keuntungan dari posisi yang
berkomitmen bekerja terhadap seorang negosiator ketika pihak lain berkomitmen,
maka penting untuk mencoba mencegah pihak lain untuk berkomitmen. Orang sering
mengambil posisi berkomitmen ketika mereka merasa marah atau merasa tertekan
sampai batas; komitmen-komitmen ini sering tidak terencana dan dapat merugikan
kedua belah pihak. Akibatnya, negosiator harus benar-benar memerhatikan sejauh
mana pihak lain merasa terganggu, marah, dan kehilangan kesabaran.
Komitmen yang baik, kuat, dan tenang
memakan waktu untuk dibuat, alasan-alasannya sudah dibahas. Satu cara untuk
mencegah pihak lain membuat posisi berkomitmen adalah dengan menolaknya pada
waktu yang diperlukan. Dalam perjanjian real estat saat pilihan hampir habis,
penjual mungkin menggunakan waktu dengan bepergian atau meminta pemeriksaan
perilaku dan batas-batas yang berkelanjutan, sehingga menolak waktu dari pembeli
potensial untuk membuat sebuah tawaran pada saat batas waktu tiba dan pada
akhirnya membiarkan pembeli lain yang bersedia membayar lebih untuk terlibat
dalam negosiasi. Pendekatan lainnya untuk mencegah pihak lain mengambil posisi
berkomitmen adalah dengan mengacuhkan atau mengecilkan ancaman dengan tidak
mengetahui komitmen pihak lain, atau bahkan dengan membuat lelucon mengenainya.
Seorang negosiator mungkin akan berkata, "Anda tidak benar-benar bermaksud
demilcian," atau "Saya tahu Anda tidak benar-benar serius untuk
melakukannya," atau langsung melanjutkan negosiasi seolah-olah tidak
mendengar atau memahami pernyataan komitmen. Jika negosiator dapat berpura-pura
tidak mendengar pernyataan pihak lain atau tidak menganggapnya signifikan,
pernyataan dapat diabaikan pada titik selanjutnya tanpa menimbulkan konsekuensi
yang akan terjadi jika pernyataan tersebut ditanggapi dengan serius. Walaupun
negosiator yang lain masih dapat mengatasi ancaman, keyakinan bahwa ancaman
tersebut dapat diatasi mungkin berkurang.
Bagaimanapun, terdapat waktu untuk negosiator memiliki keuntungan saat
pihak lain berkomitmen. Ketika pihak lain mengambil sebuah posisi yang relatif
awal pada sebuah isu dalam negosiasi, hal ini mungkin menjadi keuntungan besar
bagi negosiator untuk memastikan posisi tersebut, sehingga tidak akan berubah
saat negosiasi isu lain berkembang. Seorang negosiator mungkin mengatasi
situasi ini dengan satu dari dua cara: dengan mengidentifikasi kepentingan
komitmen ketika dibuat atau dengan mencatat dan menjaga jalannya pernyataan
pihak lain. Seorang karyawan mungkin sangat kecewa mengenai cara untuk
menangani masalah tertentu, tetapi juga mungkin akan berkata bahwa Ia tidak
akan merasa kecewa untuk mengundurkan diri. Manajer dapat berfokus pada titik
ini, yaitu saat keputusan dibuat atau kemudian dirujuk jika karyawan tidak juga
tenang. Kedua tindakan dirancang untuk mencegah karyawan membuat keputusan yang
terburu-buru saat marah, dan mungkin menciptakan periode penenangan sebelum
melanjutkan diskusi.
4. Menemukan Cara
untuk Meninggalkan Posisi Berkomitmen
Negosiator sering kali ingin
mengeluarkan pihak lain dari posisi berkomitmen, dan sering kali pihak tersebut
juga menginginkan jalan keluar dengan cara; pertama, Rencanakan Jalan Keluar Satu
metode telah dicatat: ketika membuat komitmen, negosiator harus bersama-sama
merencanakan jalan keluar tersendiri. Negosiator dapat juga mengucapkan kembali
sebuah komitmen untuk menunjukkan bahwa kondisi telah berubah. Terkadang
informasi yang diberikan oleh pihak lain selama negosiasi dapat membuat
negosiator berkata, "Dengan mempelajari apa yang saya dapat dari Anda
selama diskusi ini, saya melihat bahwa saya perlu berpikir ulang mengenai
posisi saya sebelumnya." Hal yang sama dapat dilakukan untuk pihak lain.
Negosiator yang ingin membuat kemunglcinan agar pihak lain meninggalkan posisi
berkomitmen tanpa kehilangan kredibilitas, mungkin berkata, "Dengan apa
yang telah saya katakan pada Anda mengenai situasi ini [atau dengan
informasi baru saya yakin Anda akan lihat bahwa
posisi Anda sebelumnya tidak lagi Anda pegang." Tidak ada gunanya
mengatakan, hal terakhir yang ingin dilakukan negosiator adalah untuk
mempermalukan pihak lain atau untuk membuat pernyataan yang menghakimi mengenai
pertukaran posisi; sebaliknya, pihak lain harus diberi setiap kesempatan untuk
mundur dengan kehormatan dan tanpa kehilangan muka. Kedua, Biarkan Mati dengan Diam-diam Cara
kedua untuk meninggalkan komitmen adalah dengan membiarkan masalah mati secara
perlahan. Setelah waktu berjalan, negosiator dapat membuat proposal baru
mengenai komitmen tanpa menyebutkan yang sebelumnya. Variasi dari proses ini
adalah untuk membuat langkah sementara dalam sebuah arah yang sebelumnya tidak
termasuk dalam komitmen pihak lain. Misalnya, seorang karyawan yang telah
mengatakan bahwa Ia tidak akan pernah menerima penunjukan tugas tertentu
mungkin akan diminta untuk mempertilhbangkan keuntungan bagi kariernya dari
penempatan "sementara" dalam pekerjaan tersebut. Dalam institusi
birokrat, perubahan dapat dikenal sebagai "percobaan inovatif" untuk
melihat apakah mereka bekerja sebelum diadopsi secara resmi. Jika pihak lain
dalam menanggapi kedua variasi ini menunjukkan sikap diam atau komentar verbal
berupa kesediaan untuk membiarkan semua bergerak dalam arah tersebut, maka
negosiasi dapat langsung menuju perkembangan.
F. Persepsi, Kognisi, dan Emosi
Persepsi, kognisi, dan emosi merupakan
pembangun dasar dari semua pengalaman sosial, termasuk negosiasi, dalam hal
tindakan sosial kita dipandu oleh cara kita memandang, menganalisis, dan merasa
tentang pihak lain, situasi, dan minat serta posisi kita sendiri. Pengetahuan
mengenai cara manusia melihat dunia di sekitarnya, mengolah informasi, dan
mengalami emosi, penting untuk memahami mengapa orang bersikap seperti itu
dalam negosiasi.
Persepsi psikologis berkaitan dengan
proses negosiasi, dengan perhatian tertentu terhadap bentuk-bentuk distorsi
persepsi yang dapat menyebakkan masalah terhadap pemahaman dan pembuatan makna
untuk negosiator. Kita kemudian melihat kepada bagaimana negosiator menggunakan
informasi untuk membuat keputusan mengenai taktik dan strategi—proses kognisi.
Negosiator melakukan pendekatan di
setiap situasi dengan dipandu oleh persepsi mereka atas situasi masa lalu dan
sikap serta sifat masa sekarang. Harapan mereka terhadap tindakan pihak lain di
masa mendatang dan hasil berikutnya didasari sejumlah besar informasi yang
didapatkan melalui pengalaman langsung atau observasi. Persepsi adalah
proses ketika individu terhubung dengan
lingkungan mereka. Di sini, kita tertarik pada persepsi yang menghubungkan
seseorang dengan lingkungan sosial, seperti pengalaman negosiasi. Banyak hal
memengaruhi cara seseorang memahami dan menetapkan arti untuk pesan dan
peristiwa, termasuk keadaan pikiran, peran, dan pemahaman komunikasi sebelumnya
dari perseptor tersebut.' Dalam negosiasi, target adalah untuk dicapai dan
diinterpretasikan dengan akurasi terhadap apa yang dikatakan dan dimaksud oleh
pihak lain. Dalam melakukannya, juga tergantung pada persepsi pihak lain
terhadap situasi seperti disposisi perilaku pihak lain tersebut. Kita sekarang
membahas secara lebih rinci bagaimana persepsi dibuat dan bagaimana persepsi
memengaruhi apa yang terjadi dalam negosiasi.
Persepsi merupakan usaha fisik dan
psikologis yang rumit. Hal ini didefinisikan sebagai "proses penyaringan,
pemilihan, dan penafsiran stimulan, sehingga mereka memiliki makna untuk
perorangan" (Steers, 1984, hlm. 98). Persepsi adalah proses
"pembuatan rasa"; orangorang menafsirkan lingkungan mereka, sehingga
mereka dapat merespons dengan tepat. Biasanya,
lingkungan bersifat kompleks—lingkungan tersebut mewakili sejumlah besar
varietas stimulan, masing-masing dengan sifat yang berbeda, seperti besaran,
warna, bentuk, tekstur, dan hal baru yang bersifat relatif. Kompleksitas ini
membuat lingkungan tersebut tidak mungkin untuk mengolah semua informasi yang
ada, maka sebagai perseptor kita menjadi selektif, mendengarkan beberapa
stimulan saat mengabaikan yang lainnya. Persepsi selektif ini terjadi melalui
sejumlah "jalan pintas" persepsi, yang mengizinkan kita untuk
mengolah informasi dengan lebih siap. Sayangnya, efisiensi persepsi yang
dihasilkan mungkin mengesampingkan akurasi. Selanjutnya kita beralih pada
bentuk-bentuk distorsi persepsi yang relevan, terutama untuk negosiasi.
1. Pembingkaian
Isu kunci dalam persepsi dan negosiasi
adalah pembingkaian. Bingkai adalah mekanisme subjektif—orang mengevaluasi dan memahami
situasi, membuat mereka meraih atau menghindari tindakan lebih lanjut (Bateson,
1972; Goffman, 1974). Pembingkaian membantu menjelaskan "bagaimana para
penawar memahami serangkaian kejadian yang sedang terjadi dalam informasi
pengalaman masa lalu"; pembingkaian dan pembingkaian kembali, bersama
dengan evaluasi terhadap informasi dan posisi, "terikat dengan pengolahan
informasi, pola pesan, isyarat linguistik, dan arti-arti yang terbentuk secara
sosial" (Putnam dan Holmer, 1992). Pembingkaian adalah mengenai fokus,
membentuk, dan mengatur dunia di sekitar kita. Hal tersebut berhubungan dengan
memahami kenyataan kompleks dan menetapkannya dalam hal yang berarti.
Pembingkaian, singkatnya, mengartikan seseorang, kejadian, atau proses dan
memisahkannya dari dunia kompleks di sekitarnya (Buechler, 2000).
Pembingkaian adalah konsep yang populer
di antara para ahli sosial yang mempelajari proses kognitif, pembuatan
keputusan, persuasi, dan komunikasi. Kepentingan dari pembingkaian pokok-pokok
dari fakta bahwa dua orang atau lebih yang terlibat dalam situasi yang sama
atau dalam masalah yang kompleks sering melihatnya atau mengartikannya dalam
cara yang berbeda (Thompson, 1998). Misalnya, dua orang berjalan menuju sebuah
ruangan yang dipenuhi orang dan melihat hal yang berbeda: satu orang (terbuka)
melihatnya sebagai pesta yang hebat; yang lain (tertutup) melihatnya sebagai
kerumunan yang menakutkan dan mengintimidasi. Karena orang memiliki latar
belakang, pengalaman, ekspektasi, dan kebutuhan yang berbeda, mereka
mengelompokkan orang, kejadian, dan proses dengan berbeda. Terlebih lagi,
pembingkaian ini dapat berubah bergantung pada perspektif, atau mereka dapat
berubah sepanjang waktu. Apa yang dimulai sebagai permainan tag (menandai)
di antara dua anak laki-laki mungkin berubah menjadi perkelahian. Pemain
belakang dalam football adalah "pahlawan" ketika dia
mencetak sebuah gol, tetapi menjadi "payah" saat lemparannya
ditangkap.
Pembingkaian bersifat penting dalam
negosiasi karena konflik sering kali tidak jelas dan terbuka terhadap
interpretasi yang berbeda sebagai akibat dari perbedaan latar belakang,
perjalanan pribadi, dan pengalaman masa lalu seseorang (Roth dan Sheppard,
1995). Bingkai adalah cara dalam memberi label interpretasi situasi individu
yang berbeda ini. Pakar teori manajemen awal Mary Parker Follet (1942; Kolb 1995),
yang merupakan satu di antara yang menulis negosiasi integratif, mengobservasi
bahwa pihak-pihak yang sampai pada kesepakatan gabungan mencapai persatuan
"tidak dengan menyerah [kompromi] tetapi Vari keinginan masing-masing
pihak dalam satu area visi"' (Follet, 1942). Walaupun is tidak menggunakan
istilah tersebut, Follet menggambarkan bagaimana bingkai muncul dan berpusat
saat pihak-pihak berbicara mengenai preferensi dan prioritas; mereka
mengizinkan partai-partai tersebut untuk mulai mengembangkan definisi umum dari
isu yang terkait dengan situasi dan proses untuk memecahkan isu tersebut .
2. Jenis-jenis Bingkai
Beberapa peneliti telah mempelajari
jenis-jenis bingkai yang berbeda dalam konteks yang berbeda. Melanjutkan
pekerjaan pembingkaian yang panjang dalam area konflik lingkungan (Gray, 1997; Gray dan donellon, 1989;
Lewicki, Gray, dan Elliot, 2003), kami menawarkan contoh-contoh bingkai berikut
yang digunakan pihak-pihak dalam konflik:
1. Subtantif—konflik yang muncul berkaitan dengan apa. Pihak-pihak yang
menggunakan bingkai substantif memiliki disposisi tertentu mengenai isu kunci
atau kepedulian terhadap konflik.
3. Hasil—predisposisi pihak untuk mencapai basil spesifik atau hasil dari
negosiasi. Berdasarkan tingkat bahwa seorang negosiator memiliki hasil spesifik
yang ingin dicapainya, bingkai dominan mungkin akan berfokus pada semua
strategi, taktik, dan komunikasi untuk mendapatkan hasil tersebut. Pihak-pihak
dengan bingkai basil yang kuat yang menekankan minat diri dan menurunkan
kepedulian untuk pihak lain kemungkinan besar akan sangat terlibat dalam
negosiasi distributif (menang-kalah atau kalah-kalah) daripada tipe negosiasi
lainnya.
4. Aspirasi—predisposisi terhadap pemuasan minat yang luas atau kebutuhan
dalam negosiasi. Daripada fokus terhadap hasil spesifik, negosiator mencoba
meyakinkan bahwa minat dasar, kebutuhan, dan kekhawatirannya terpenuhi.
Pihak-pihak yang memiliki bingkai aspirasi kuat kemungkinan besar sangat
terlibat dalam negosiasi integratif (menang-menang) daripada tipe lainnya.
5. Proses—bagaimana pihak-pihak bertindak untuk menyelesaikan masalah.
Negosiator yang memiliki bingkai proses yang kuat kurang peduli terhadap isu
negosiasi spesifik, tetapi lebih peduli terhadap bagaimana perembukan dijalani,
atau bagaimana konflik harus diatur. Ketika kepedulian utama bersifat
prosedural daripada substantif, bingkai proses akan sangat kuat.
6. Identitas—bagaimana pihak-pihak mengartikan "siapa mereka."
Pihak-pihak merupakan anggota dari kelompok sosial yang berbeda—jenis kelamin
(pria), agama (Katolik Roma), asal etnik (Italia), tempat kelahiran (Brooklyn),
tempat tinggal sekarang (London), dan semacamnya. Hanya terdapat beberapa
kategori dari sekian banyak yang dapat digunakan orang untuk membentuk bingkai
identitas yang mengartikan diri mereka dan membedakan mereka dari orang lain.
7. Karakterisasi—bagaimana pihak-pihak mengartikan pihak lain. Bingkai
karakterisasi dapat dibentuk dengan jelas oleh pengalaman dengan pihak lain,
dengan informasi mengenai sejarah atau reputasi pihak lain, atau dengan cara
bagaimana awalnya pihak lain datang dalam pengalaman negosiasi. Dalam konflik,
bingkai identitas (diri) cenderung positif; bingkai karakterisasi (orang lain)
cenderung negatif.
8. Kalah-menang—bagaimana pihak-pihak mengartikan risiko atau penghargaan
yang terkait dengan basil tertentu. Misalnya, seorang pembeli dalam negosiasi
penjualan dapat memandang transaksi dalam kondisi kalah (biaya keuangan
pembelian) atau kondisi menang (nilai barang).
Komentar
Posting Komentar